Senin, 10 Maret 2014

Mentari

Hoii~

Mentari menatap nanar ke jendela kamar dihadapannya. Hidupnya tinggal 30 hari lagi. Mentari divonis terkena penyakit radang selaput otak oleh dokter seminggu yang lalu. Saat itu ia sedang belajar di kelasnya dan tiba-tiba ia tidak sadarkan diri, ia dibawa ke rumah sakit dekat sekolahnya, dokter mengatakan bahwa Mentari terkena penyakit radang selaput otak dan hidupnya tersisa selama 30 hari.
Mentari saat ini duduk di bangku kelas 10 di sebuah SMA negeri. Mentari hidup bersama ayah dan adiknya, sedangkan ibu Mentari telah bersama Sang Pemilik Kuasa alam, karena kecelakaan saat ia ingin menjemput adik Mentari sepulang sekolah.
Setelah Mentari tahu bahwa hidupnya hanya tersisa selama 30 hari, Mentari semakin semangat untuk menebar kebaikan-kebaikan di sisa umurnya. Sesaat Mentari tak kuasa menahan air matanya. Dia menangis, menyesal mengapa selama ini hidupnya tidak dipenuhi dengan kebaikan dan baru menyadari hal tersebut saat dia tau ajal akan menjemputnya. Dia terlena akan nikmatnya kehidupan duniawi, hingga melupakan bahwa sebenarnya ada kehidupan abadi, yang kekal, yang sungguh-sungguh bahagia, jika ia mau berusaha mempersiapkan segalanya serta tidak menyia-nyiakan sisa usianya selama di dunia.
Kehangatan senja datang menemani Mentari yang sedang membaca buku pelajaran di meja belajar kesayangannya. Meja itu berwarna hijau kebiruan, di atasnya terdapat beberapa buku pelajaran, buku umum, novel, dan sebuah komputer. Meja belajarnya menghadap ke dua buah jendela berukuran sedang yang pada pagi harinya akan tampak matahari berwarna kuning keemasan, berusaha meraih puncak, dan melewati lembutnya gumpalan-gumpalan awan putih. Dan di malam hari akan terlihat sebuah bulan serta gugusan bintang yang menerangi kegelapan langit, di setiap malam.
Dua bulan telah berlalu...
Mentari masih diberi kehidupan oleh Allah. Mentari sadar yang menentukan hidup dan matinya adalah Allah, sehingga ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki diri, tetapi kali ini tujuan ia memperbaiki diri bukan karena ajalnya yang telah mendekat, tetapi hanya karena Penciptanya, karena Allah.
Perubahan sikap Mentari ini ternyata tidak disukai oleh beberapa teman kelasnya, seperti Melodi. Melodi selalu menganggap Mentari dengan sudut pandang atau prasangka negatif. Pagi ini, Mentari terlihat sedang mengajarkan pelajaran kepada salah satu teman kelas mereka. Kemudian Melodi datang menghampiri Mentari dan berkata hal-hal yang membuat Mentari sakit hati. Mentari tetap sabar menghadapi cacian Melodi. Mentari yakin bahwa dia tidak seperti apa yang Melodi katakan.
Perlahan Mentari mencoba menjauhi teman-temannya. Jika ada temannya yang mendekati Mentari, dia langsung menjauh, menjadi dingin ataupun sinis kepada teman-temannya. Bahkan saat berada pada pelajaran yang mengharuskan dirinya untuk berkelompok, Mentari berusaha untuk tidak dekat dengan teman-temannya. Mentari menjauhi mereka, dan memilih untuk tidak bersosialisasi dengan siapapun. Tetapi, teman-teman Mentari semakin mendekati Mentari. Mereka tidak mengetahui tentang penyakit Mentari.
Suatu hari, Melodi tidak sengaja menabrak tubuh Mentari hingga Mentari jatuh terjerembab, Mentari tak sadarkan diri. Melodi panik dan segera membawa Mentari ke rumah sakit seraya menghubungi ayah Mentari. Sudah dua minggu Mentari berada di rumah sakit. Saat itu, Bulan, adik Mentari kembali datang menjenguk, membawa seikat mawar putih dan meletakannya di vas dekat tempat tidur Mentari. Melodi juga berada di ruangan itu. Melodi memberanikan diri, bertanya kepada Bulan mengapa Mentari tidak sadarkan diri hingga saat ini. Bulan mengatakan bahwa Mentari terkena penyakit radang selaput otak, Melodi tidak percaya, Melodi menangis seraya memeluk Mentari. Melodi menyesal telah berbuat jahat kepada Mentari, kepada Mentari yang selalu ceria, Mentari yang selalu sabar, Mentari yang selalu rela berbaik hati kepada teman-temannya, Mentari yang ikhlas memberikan kehangatan bagi orang-orang yang dicintainya. Melodi berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan menjaga Mentari saat ia bangun dari tidurnya.
Tak lama kemudian, Mentari pun sadarkan diri, dia melihat Melodi yang matanya telah sembab memegangi tangannya seraya meneteskan air mata. Melodi memaksa Mentari bercerita tentang penyakit Mentari dan perubahan-perubahan sikap Mentari selama ini. Mentari mengaku bahwa dia menjauh dari teman-temannya karena Mentari takut membuat mereka sedih jika Mentari telah tiada. Mentari tidak ingin terlalu menyayangi teman-temannya, karena akan sakit hati jika mengetahui bahwa orang yang dia sayangi dan juga menyayangi dia, pada akhirnya akan berada sangat-sangat jauh dari Mentari.
Mentari berpesan kepada ayahnya, Bulan, Melodi, dan teman-teman Mentari agar tidak menangisi kepergian Mentari melalui sebuah surat. Mentari bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa harus bersedih saat orang yang kita sayangi pergi? Mengapa tidak berdoa saja, minta kepada Allah untuk dipertemukan kembali di akhirat, tentu di surga-Nya. Tidak perlu berlarut-larut dengan kesedihan. Toh yang sudah terjadi akan menjadi masa lalu dan tidak dapat kembali lagi. Yang seharusnya dilakukan adalah memperbaiki diri, mempersiapkan diri untuk hari-hari berikutnya. Dan juga telah menjadi takdir-Nya bahwa semua umat manusia akan mengalami kematian, meninggal dunia. Apa yang telah Allah ciptakan, apa yang Allah berikan akan kembali kepada Allah, pasti.

Sehari setelah selesai menulis surat itu, Mentari kembali berada dalam keadaan kritis. Dan sudah takdirnya bahwa dia akan menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit itu pada sore hari disaat matahari berwarna kuning kemerahan dan tersembunyi dibalik gumpalan awan tebal kelabu yang serasa ikut berduka akan kepergiannya. Tetapi kehangatan mentari akan tetap terasa melalui alunan melodi dan cahaya bulan di hari-hari berikutnya.

4 komentar: